Ilustrasi Obat Generik©2018 LIPUTANBERITA21.COM
Liputanberita21.com
–Saat ini masyarakat warga Lampung masih menggunakan atau memilih obat generik
di bandingan dengan obat paten.
Dari Humas
Dinas Kesehatan (Diskes) Lampung, Asih Hendrastuti mengatakan, penggunaan obat
generik masih mendominasi di masyarakat Lampung.
Sedangkan
dari fasilitas Kesehatan(FasKes) obat generik di wajibkan di berikan kepada
pasien yang sedang sakit dan juga telah di dukung oleh pemerintah.
“Di
semua bidang Kesehatan Termasuk, swasta yang telah bekerja sama dengan
perusahaan BPJS kesehatan, Asih mengatakan bahwa obat di Lampung ini sudah
sangat mencukupi .
Hal ini
juga di dukung oleh undang-undang Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/395/2017 tentang Daftar Obat Esensial Nasional, ada 20 obat
esensial yang harus tersedia di setiap puskesmas.
“Di
puskemas sendiri di wajibkan membuat laporan ke pemerintah kabupaten/kota
setiap bulannya setekah itu di kirimkan ke pemerintah provinsi. Jika telah
sampai di provinsi Baru ketahuan, berapa ketersediaan 20 obat esensial itu setiap
bulannya,” kata Asih.
Ketersediaan
tersebut, lanjut Asih, sesuai kebutuhan masyarakat Standarnya, ketersediaan
mencapai 80 persen, dari masing-masing proyeksi penyediaan 20 obat tersebut.
Asih
mengatakan” Di Provinsi Lampung ini sendiri telah ada persediaan obat sebanyak
80%. Langsung 20% obat nya itu butuh atau tidak butuh harus ada di persediaan obat
“Kemenkes telah menetapkan HET obat generik.
Meski
demikian, obat generik ternyata masih dijual di atas HET di sejumlah
apotek di Bandar Lampung.
Selisih
harga jual obat dengan HET pun mencapai 20 persen.
Diskes
menyebutkan, apotek yang menjual obat di atas HET bisa dikenakan
sanksi berupa pencabutan izin.
Sedangkan
dari pimpinan Pengawas Obat Dan Makana(BPOM) Lampung Syamsuliani mengukapkan
bahwa pihaknya belum pernah menemukan penjualan obat generik di atas HET.
Sedangkan
dari Dedy Hermawan sekalgus menjadi Pengamat Kebijakan Publik Universitas
Lampung (Unila), ia mengatakan jika ada kewajiban penggunaan obat generik di
fasilitas kesehatan dari pemerintah
maupun swasta yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, hal ini harus di
timbangkan harga pasti untuk obat generik nya.
Jika
ketemu penjualan obat generk harga nya di atas HET yang telah di tentukan, maka
Dedy mengukapkan hal ini bahwa telah menunjukan kelemahan terhadap pengawasan
obat-obatan..
Apalagi
jika, BBPOM menyatakan belum mendapatkan temuan.
“Kalau
selama ini belum ada temuan, artinya memang pengawasannya masih lemah, atau
bahkan belum berjalan. Jika perlu memang, pengawasan dilakukan secara berkala,
misalnya seminggu atau dua minggu sekali,” ungkap Dedy.
“Dalam
peraturan di HET, Kementerian kesehatan tidak mematok harga nominal HET, tapi mereka
memberikan cara untuk pembuatan HET”kata Asih”
“Yang
menentukan, yang berhitung, itu perusahaan pembuat obat. Jadi bisa saja, satu
jenis obat HET-nya berbeda, kalau perusahaan pembuat obatnya beda. Tapi, rumus
membuat obatnya tetap sama,” ungkap Asih.
Dari
penghitungan perusahaan, Asih mengatakan, pemerintah melakukan pengecekan
lapangan, untuk memastikan penghitungan HET sesuai aturan.
Masalah
kedepan nya adalah masalah lama waktu antara pemesanan oleh apotek dengan distribuasian
dari perusahaan ,hal ini membuat pesanan membutuhkan waktu yang sangat lama..
Sehingga
harga asli nya telah berubah setiap di produksi jadi harga nya tidak tetap.
.
“Contoh
nya adalah jika toko apotek memesan obat di bulan Juli dengan HET saat
itu. Tapi nyata nya perusahaan baru
produksi obat Januari dengan menaikkan harga dari Juli. Tapi HET dalam
pesanan dalam kotak masih menggunakan harga yang lama, jika kalau mengubah
label maka akan menambahkan biaya produksi obat tersebut,” kata Asih”
“Karena
hal ini ketika sedang pengawasan, kami meminta toko apotek obat untuk
memberikan faktur pemberlian dan harga pembuktiaan pembeliaan,” Lanjut ambah
Asih”
Silakan komentar dengan bahasa indonesia yang baik dan sesuai dengan topik pembahasan
EmoticonEmoticon