Ilustrasi/LiputanBerita21/
LiputanBerita21.com-Selamat Malam sob bagi kalian yang masih bingung hukumnya jika kita menjalankan puasa tapi kita tidak melaksanakan solat bagaimana puasanya?
Baiklah saya akan menjelaskan
"Selamat Membaca"
Barangsiapa
berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti kalian meninggalkan rukun
terpenting dari rukun-rukun Islam. Puasanya sama sekali
tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat
adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang
meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima
amalnya.
Rasulullah SAW bersabda: "Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:“(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqaan: 23).
Berbagai amal yang di kerjakan di bulan ramadhan dapat menambahkan pahala untuk kita, tapi bagi orang yang berpuasa tapi tidak menjalankan ibadah solat nya Allah SWT, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan. Demikian halnya dengan meninggalkan shalat 5 Waktu atau mengakhirkan shalat dari waktunya. ALLAH SWT juga mengancam bagu orang yang berpuasa tapi tidak solat sesuai Firman Allah berikut ini.
Rasulullah SAW bersabda: "Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:“(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqaan: 23).
Berbagai amal yang di kerjakan di bulan ramadhan dapat menambahkan pahala untuk kita, tapi bagi orang yang berpuasa tapi tidak menjalankan ibadah solat nya Allah SWT, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan. Demikian halnya dengan meninggalkan shalat 5 Waktu atau mengakhirkan shalat dari waktunya. ALLAH SWT juga mengancam bagu orang yang berpuasa tapi tidak solat sesuai Firman Allah berikut ini.
Allah SWT berfirman:"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Al-Maa'un: 4-5).
Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur?
Terkait dengan hukum meninggalkan sholat subuh telah kami singgung di bagian awal tulisan ini, bahwa pelakunya termasuk dari golongan orang kafir (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Karena kekafiran maka puasa orang tersebut menjadi tidak sah.
Lantas bagaimanakah dengan orang yang ketiduran saat sholat subuh sedang berlangsung? Dalam Sebuah hadis Nabi SAW disebutkan:
“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani)
Menurut hadis ini, bagi orang yang tertidur dan meninggalkan sholat dengan tidak sengaja maka untuk menebus dosanya, ia harus sholat saat terbangun (ingat). Hal ini juga berlaku bagi orang yang lupa dan tidak mendengarkan Adzan.
Perhatian: Karena ada hadis yang menyebutkan adanya pemaafan bagi orang yang tidak sengaja meninggalkan sholat dengan cara menebusnya menjalankan sholat 5 waktu. Misalnya waktu subuh hanya beberapa menit atau sejam maka tidak dibenarkan jika ia tidur menjelang sholat subuh (berlaku juga bagi sholat lain, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya').
Meskipun waktu sholat menyisakan beberapa jam menjelang sholat (2, 3 hingga beberapa Jam) Namun dikhawatirkan tidak bangun saat sholat akan didirikan, maka tidak dibenarkan pula tidur dengan cara demikian.
Untuk penjelasan tentang Kemuliaan dan Perbedaan Pendapat terkait dengan sholat tarawih, dapat Anda baca pada artikel kami Permasalahan Seputar Sholat Tarawih. Terkait dengan permasalah ini, Akan kami Jelaskan secara ringkas di bawah ini.
Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur?
Bagaimanakah Keadaan Puasa
Orang yang Lalai Sholat Subuh? Sholat 5 Waktu?
Terkait dengan hukum meninggalkan sholat subuh telah kami singgung di bagian awal tulisan ini, bahwa pelakunya termasuk dari golongan orang kafir (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Karena kekafiran maka puasa orang tersebut menjadi tidak sah.
Lantas bagaimanakah dengan orang yang ketiduran saat sholat subuh sedang berlangsung? Dalam Sebuah hadis Nabi SAW disebutkan:
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani)
Menurut hadis ini, bagi orang yang tertidur dan meninggalkan sholat dengan tidak sengaja maka untuk menebus dosanya, ia harus sholat saat terbangun (ingat). Hal ini juga berlaku bagi orang yang lupa dan tidak mendengarkan Adzan.
Perhatian: Karena ada hadis yang menyebutkan adanya pemaafan bagi orang yang tidak sengaja meninggalkan sholat dengan cara menebusnya menjalankan sholat 5 waktu. Misalnya waktu subuh hanya beberapa menit atau sejam maka tidak dibenarkan jika ia tidur menjelang sholat subuh (berlaku juga bagi sholat lain, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya').
Meskipun waktu sholat menyisakan beberapa jam menjelang sholat (2, 3 hingga beberapa Jam) Namun dikhawatirkan tidak bangun saat sholat akan didirikan, maka tidak dibenarkan pula tidur dengan cara demikian.
Hukum Puasa bagi Orang yang Tidak Sholat Tarawih Berjamaah?
Untuk penjelasan tentang Kemuliaan dan Perbedaan Pendapat terkait dengan sholat tarawih, dapat Anda baca pada artikel kami Permasalahan Seputar Sholat Tarawih. Terkait dengan permasalah ini, Akan kami Jelaskan secara ringkas di bawah ini.
Hukum sholat tarawih adalah sunnah, seperti halnya dengan sholat sunnah
lainnya. Hal ini pernah terjadi pada masa Nabi SAW dimana Sholat Tarawih
hanya dilangsungkan selama 3 hari. Sebagaimana hadis yang dikeluarkan
oleh An-Nasai dan Ibnu Majah: Abu Dzar menceritakan,
Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan ramadhan. Beliau tidak pernah mengimami shalat malam sama sekali, hingga ramadhan tinggal 7 hari. Pada H-7 beliau mengimami kami shalat malam, hingga berlalu sepertiga malam. Kemudian pada H-6, beliau tidak mengimami kami. Hingga pada malam H-5, beliau mengimami kami shalat malam hingga berlalu setengah malam. Kamipun meminta beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tambah shalat tarawih hingga akhir malam?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat tahajud semalam suntuk.’ Kemudian H-4, beliau tidak mengimami jamaah tarawih, hingga H-3, beliau kumpulkan semua istrinya dan para sahabat. Kemudian beliau mengimami kami hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak mendapatkan sahur. Selanjutnya, beliau tidak lagi mengimami kami hingga ramadhan berakhir. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Kesimpulan: Puasa tetap sah meskipun tidak sholat tarawih.
Catatan Penting Bagi Orang yang Berpuasa:
1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah SWT dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq 'Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, (tetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya." (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih").
3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda: "Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu." (HR. An-Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda : "Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ،
حَتَّى بَقِيَ سَبْعُ لَيَالٍ، فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى
مَضَى نَحْوٌ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ، ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ
السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ
الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، ثُمَّ قَامَ بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوٌ
مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا
بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ. فَقَالَ: «إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ
الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ» ثُمَّ
كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ
الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيهَا، قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ
وَاجْتَمَعَ النَّاسُ، قَالَ: فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ
يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ، قَالَ: ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ
بَقِيَّةِ الشَّهْرِ
Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan ramadhan. Beliau tidak pernah mengimami shalat malam sama sekali, hingga ramadhan tinggal 7 hari. Pada H-7 beliau mengimami kami shalat malam, hingga berlalu sepertiga malam. Kemudian pada H-6, beliau tidak mengimami kami. Hingga pada malam H-5, beliau mengimami kami shalat malam hingga berlalu setengah malam. Kamipun meminta beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tambah shalat tarawih hingga akhir malam?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat tahajud semalam suntuk.’ Kemudian H-4, beliau tidak mengimami jamaah tarawih, hingga H-3, beliau kumpulkan semua istrinya dan para sahabat. Kemudian beliau mengimami kami hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak mendapatkan sahur. Selanjutnya, beliau tidak lagi mengimami kami hingga ramadhan berakhir. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Kesimpulan: Puasa tetap sah meskipun tidak sholat tarawih.
Catatan Penting Bagi Orang yang Berpuasa:
1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah SWT dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq 'Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, (tetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya." (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih").
3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda: "Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu." (HR. An-Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda : "Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Nah itulah penjelasanya semogga bermanfaat bagi kalian
Silakan komentar dengan bahasa indonesia yang baik dan sesuai dengan topik pembahasan
EmoticonEmoticon